Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta – Raners! Isu pembagian risiko atau co-payment dalam asuransi kesehatan kini jadi perbincangan serius. Di tengah tren biaya medis yang makin naik, muncul kekhawatiran publik terhadap efektivitas proteksi polis asuransi. Tapi benarkah kebijakan ini justru bagian dari solusi sistemik?
Kepala Departemen Makroekonomi Indef, M Rizal Taufikurahman, mengatakan kunci keberhasilan implementasi co-payment terletak pada kepercayaan publik dan literasi finansial.
“Perlu diakui, dalam jangka pendek skema ini berpotensi menurunkan minat masyarakat, khususnya segmen yang belum terpapar edukasi finansial,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (12/6/2025).
Raners, jangan buru-buru skeptis dulu. Menurut Rizal, justru tanpa pengelolaan komunikasi yang baik, kebijakan ini bisa menciptakan sentimen negatif yang kontraproduktif. Apalagi jika publik merasa manfaat polisnya “tidak lagi utuh.”
Koreksi Struktural Industri
Dalam analisisnya, Rizal menyebut co-payment bukan semata pengurangan manfaat, tapi bentuk koreksi terhadap dua masalah besar: rasio kerugian yang tinggi dan overutilization layanan kesehatan.
“Kita tidak bisa terus mendorong penetrasi asuransi tanpa memperbaiki fondasi keberlanjutannya. Dengan kata lain, kebijakan ini adalah bagian dari agenda mitigasi risiko sistemik industri asuransi di tengah eskalasi beban pembiayaan kesehatan nasional,” tegasnya.
Tanpa mekanisme pembagian tanggung jawab, perusahaan asuransi bisa kolaps karena terus menanggung beban penuh. Jadi skema ini sejatinya ingin membentuk kesadaran fiskal di kalangan peserta asuransi.
Edukasi dan Desain Produk Jadi Kunci
Namun, semuanya kembali pada cara penyampaian dan edukasi publik. Rizal menekankan bahwa banyak nasabah saat ini masih belum paham batas klaim atau skema manfaat polis mereka. Ini bisa memicu salah persepsi bahwa perlindungan berkurang, padahal yang diatur adalah efisiensi konsumsi layanan.
“Tanpa tata kelola yang transparan dan akuntabel, niat baik kebijakan ini bisa jadi bumerang bagi pertumbuhan industri,” ungkapnya.
Industri asuransi, menurut Rizal, harus mulai mengubah pendekatan: reposisi nilai produk, adaptasi desain polis berjenjang, dan digitalisasi untuk efisiensi biaya. Dengan begitu, premi tetap terjangkau meski ada elemen co-payment di dalamnya.
Raners! Kita butuh sistem asuransi yang kuat dan berkelanjutan, tapi juga inklusif dan mudah dipahami publik. Jadi, bukan hanya regulasinya yang perlu rapi, tapi juga cara kita menyampaikannya ke masyarakat.
Pantau terus isu ini hanya di Ranah Publik, Ranah Nyaman untuk Berita dan Informasi.
BJ | Foto: Jiwasraya.co.id