Info Terkini dari Ranah Publik, Bandung – Raners! Polemik larangan PR di Jawa Barat bikin heboh ruang kelas dan ruang orang tua. Tapi tenang, Dinas Pendidikan Jawa Barat akhirnya kasih penjelasan teknis buat lurusin semuanya. Jadi, bukan soal meliburkan belajar, tapi lebih pada optimalisasi pembelajaran di jam efektif. Nah lo, makin penasaran, kan?
PR Dilarang? Bukan Gitu Maksudnya…
Melalui surat edaran bernomor 14057/PK.03/SEKRE, Kepala Dinas Pendidikan Jabar, Purwanto, menegaskan bahwa ini merupakan tindak lanjut dari Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 81/PK.03/DISDIK. Fokusnya adalah mendorong tugas-tugas siswa diselesaikan di sekolah.
“Yang disosialisasikan adalah pemberian tugas, baik individu maupun kelompok agar dioptimalkan pada saat jam efektif pembelajaran di satuan pendidikan, serta tidak membebani peserta didik dengan pemberian tugas pekerjaan rumah (PR) yang bersifat tugas tertulis dari setiap mata pelajaran,” tulis Purwanto.
Tapi PR-nya bukan dihapus begitu saja, Raners! Tugas bisa tetap diberikan, asal bentuknya reflektif atau eksploratif—bukan sekadar deretan soal hafalan atau tugas menulis panjang-panjang.
Belajar Aktif, Tapi Gak Membebani
Disdik juga menjelaskan bahwa tugas masih boleh diberikan bagi siswa yang belum capai kompetensi minimal. Tapi porsinya dibatasi, maksimal 60 persen dari waktu tatap muka, dan tetap diupayakan diselesaikan di sekolah lewat pembelajaran remedial.
“Namun, dapat diarahkan pada kegiatan reflektif dan eksploratif, misalnya melalui pelaksanaan projek pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap keluarga, alam dan lingkungan sekitar,” kata Purwanto.
Jadi kalau dulu PR bikin stres anak dan orang tua, sekarang justru diarahkan untuk jadi kegiatan penguatan karakter dan kompetensi yang relevan dengan kehidupan nyata.
Apa Kata Gubernur Dedi?
Pernyataan ini juga selaras dengan penjelasan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, yang sebelumnya sempat menyatakan bahwa dirinya melarang guru memberikan PR kepada siswa.
“Saya pengen anak di rumah itu baca buku dengan rileks, bermusik, berolahraga, membantu orang tuanya yang punya warung, punya toko, ke sawah, ke kebun, sehingga mereka menjadi produktif,” ucap Dedi saat ditemui di Gedung Pakuan Bandung, Rabu (4/6/2025) lalu.
Dedi juga menyoroti kebiasaan bahwa PR siswa malah sering dikerjakan oleh orang tua, yang tentu jauh dari tujuan pembelajaran sesungguhnya.
Edaran Belum Ditemukan?
Menariknya, Raners, berdasarkan penelusuran pihak ANTARA dan komunikasi dengan Pemprov Jabar, dokumen Edaran Gubernur yang dirujuk belum ditemukan secara resmi. Artinya, ini bisa jadi bagian dari proses penyusunan kebijakan yang masih berjalan, meski sudah direspons oleh Disdik lewat surat penjelasan teknisnya.
Tapi intinya jelas, arah kebijakan pendidikan di Jabar kini lebih memanusiakan siswa—memberi ruang tumbuh, bukan hanya mengejar angka nilai.
Raners! Perubahan cara belajar ini patut kita kawal dan apresiasi. Bukan soal PR atau nggak PR, tapi bagaimana sistem pendidikan kita benar-benar memahami kebutuhan zaman dan anak-anaknya.
Pantau terus perkembangan kebijakannya hanya di Ranah Publik, Ranah Nyaman untuk Berita dan Informasi.
DSK | Foto: HO-Disdik Jabar