Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta – Raners! Kemandirian fiskal daerah kembali jadi sorotan utama dalam rapat pembahasan strategi kebijakan otonomi daerah yang digelar oleh Kementerian Dalam Negeri. Bukan sekadar diskusi teknis, forum ini menegaskan kembali ruh otonomi: daerah harus tumbuh jadi motor ekonomi, bukan sekadar beban pusat.
Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kemendagri, Yusharto Huntoyungo, menegaskan bahwa esensi dari otonomi daerah adalah bagaimana pemerintah daerah bisa berdiri tegak secara finansial, tanpa terus bergantung ke pusat.
“Esensi dari pemberian otonomi daerah adalah untuk menciptakan kemandirian fiskal. Daerah harus mampu mengoptimalkan potensi lokal agar tidak membebani pemerintah pusat, tetapi justru menjadi motor pertumbuhan nasional,” tegas Yusharto di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Pandangan ini sekaligus jadi pengingat bahwa otonomi daerah bukan hanya soal pembagian kewenangan administratif, tapi juga soal keberanian fiskal. Banyak daerah masih terpaku pada dana transfer, padahal potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) mereka sangat besar jika dioptimalkan lewat kebijakan inovatif.
Tiga Pilar Otonomi dan SPBE sebagai Ujung Tombak
Yusharto menegaskan ada tiga kunci utama suksesnya otonomi daerah: kepemimpinan daerah (eksekutif dan legislatif), kapasitas perangkat daerah, serta partisipasi aktif masyarakat.
“Inovasi daerah menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan otonomi di era modern,” lanjutnya, merujuk pada penerapan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) yang dinilai vital untuk menjawab tuntutan pelayanan publik yang cepat dan efisien.
Penerapan SPBE bukan hanya mempercepat layanan, tapi juga menjadi alat ukur keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas pemerintahan di daerah. Semakin digital sistemnya, semakin kecil celah praktik menyimpang birokrasi.
DPD RI Ingatkan Jangan Menyimpang dari Ruh Desentralisasi
Turut hadir dalam forum, Ketua Tim Ahli RUU Komite I DPD RI, Djohermansyah Djohan, mengingatkan bahwa otonomi daerah bukan sesuatu yang bisa dinegosiasi semaunya. Ia menilai keberhasilan otonomi justru mengharuskan pemerintah pusat sabar dan konsisten membimbing, bukan justru cepat-cepat menarik kewenangan.
“Otonomi daerah merupakan sebuah keniscayaan sehingga hal yang harus dihindari ialah praktik menyimpang dari ruh desentralisasi,” tegasnya.
Peringatan ini nggak datang tanpa sebab. Belakangan, isu tarik-ulur kewenangan dan pembentukan DOB (Daerah Otonomi Baru) banyak menuai kritik karena dianggap lebih politis ketimbang fungsional. Padahal, tantangan utama justru membangun daerah agar kuat dari dalam — bukan terus diberi subsidi dari pusat.
Raners! Kemandirian fiskal daerah itu bukan sekadar jargon. Ia adalah syarat dasar Indonesia kuat dari pinggiran. Kalau setiap daerah bisa mandiri kelola anggaran dan inovatif melayani masyarakat, maka pemerataan pembangunan bukan lagi mimpi.
Pantau terus arah kebijakan otonomi daerah hanya di Ranah Publik, Ranah Nyaman untuk Berita dan Informasi.
DSK | Foto: HO-BSKDN Kemendagri