Info Terkini dari Ranah Publik, Mekkah, Arab Saudi – Raners! Dimanapun berada, bahwa perjalanan suci menuju Tanah Haram, selalu ada cerita yang jarang terdengar. Tahun ini, haji 2025 bukan hanya soal ibadah, tapi juga soal perjuangan dan perhatian.
Tim Komite III DPD RI yang dipimpin oleh Prof. Dailami Firdaus menelusuri langsung jejak para jemaah Indonesia di Arab Saudi, memantau pelaksanaan ibadah yang seharusnya penuh ketenangan.
Namun, realitanya Raners! tak seindah harapan. Sejumlah jemaah harus menghadapi situasi yang membuat perjalanan mereka terasa lebih berat.
Bahkan mulai dari terpisahnya akomodasi antara pasangan dan pendamping lansia, keterlambatan distribusi kartu Nusuk, hingga absennya muthowif, para pemandu ibadah yang mestinya membantu.
“Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi menyangkut kemanusiaan. Jemaah kita butuh kenyamanan dan kejelasan selama menjalankan ibadah,” kata Prof. Dailami dengan nada prihatin.
Layanan Haji Harus Adil dan Layak
Termasuk kisah pasangan suami-istri yang harus tinggal terpisah dan lansia tanpa pendamping menyentuh hati siapa saja.
Lantaran sistem pembagian layanan berbasis syarikah yang berbeda, mereka terpaksa terpisah jarak. Padahal, kehangatan keluarga menjadi penguat di tanah suci.
Disamping itu, kartu Nusuk yang seharusnya mempermudah akses ke Madinah dan Mekkah malah jadi penghalang.
Karena perbedaan manajemen antar penyedia layanan, banyak jemaah tertahan di pintu masuk kota suci. Tidak sedikit yang terpaksa menunggu berjam-jam.
Bahkan sehari penuh, hanya karena kartu itu belum tersedia, luar biasa Raners!
Belum lagi soal muthowif yang absen.
Bayangkan, jemaah yang baru pertama kali ke Tanah Suci harus mencari arah sendiri di tengah lautan manusia.
Proses ibadah pun menjadi penuh drama, penuh kebingungan dan kekhawatiran.
Solusi dan Harapan
Pemerintah melalui Kementerian Agama RI menegaskan bahwa keberadaan banyak syarikah dimaksudkan untuk mencegah monopoli layanan.
Namun, seperti yang ditegaskan Prof. Dailami, prinsip pemerataan ini harus dibarengi dengan standarisasi kualitas dan pengawasan ketat.
“Niatnya sudah baik, tapi implementasi di lapangan masih jauh dari sempurna,” tegasnya.
Oleh karenanya, Komite III DPD RI mendesak adanya koordinasi yang lebih intensif, evaluasi menyeluruh, dan penegakan sanksi bagi penyedia layanan yang lalai.
Setelah musim haji usai, audit komprehensif perlu dilakukan agar masalah serupa tidak terulang.
Dan utuk informasi lebih lanjut mengenai mekanisme pengawasan haji, Raners bisa mengunjungi Situs Resmi DPD RI yang membahas topik ini secara mendalam.
Makna yang Lebih Besar
Haji bukan hanya perjalanan spiritual. Ini adalah momen kebersamaan, pengabdian, dan pengorbanan. Masalah-masalah yang muncul menjadi pengingat betapa pentingnya negara hadir melindungi warganya, terutama dalam situasi yang penuh tantangan.
Seperti yang diungkapkan Prof. Dailami, “Negara wajib hadir secara penuh untuk melindungi jemaah. Ini amanat konstitusi dan kemanusiaan.”
Mari berharap agar di masa depan, semua jemaah Indonesia dapat menunaikan ibadah dengan tenang, nyaman, dan khusyuk. Karena di balik setiap perjalanan suci, selalu ada makna persaudaraan dan cinta kasih.
Meski perjalanan haji tahun ini menyisakan catatan, semangat perbaikan dan harapan tetap menyala.
Simak terus Ranah Publik, ranah berita dan informasi terpercaya, semoga pelayanan untuk jemaah Indonesia semakin baik dan manusiawi.
Karena setiap langkah menuju Baitullah adalah langkah menuju kebaikan bersama.
)**AWN33/ Foto DPDRI