Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta – Raners ! Polemik status kepemilikan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil kembali mencuat ke permukaan. Dalam pernyataannya (28/5/2025), Haji Uma menegaskan bahwa kisruh ini bukanlah isu baru.
Keempat pulau tersebut yakni Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang kini menjadi sorotan hangat masyarakat Aceh.
Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman alias Haji Uma, dengan tegas mengingatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang telah menetapkan keempat pulau itu masuk wilayah Sumatera Utara.
Sejak 2017, ia sudah menyurati Kemendagri untuk mengklarifikasi dan menuntut pengakuan bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh. Namun, selama delapan tahun berlalu, aspirasi ini tak kunjung mendapat tanggapan memadai.
“Sejak 2017 saya sudah surati Mendagri. Ini bukan sekadar klaim, tapi membawa data dan fakta yang jelas. Sayangnya, tetap saja tak digubris. Bahkan saat Aceh diminta membawa bukti tambahan, tetap saja diabaikan,” ungkap Haji Uma penuh kekecewaan.
Polemik ini memanas setelah terbitnya Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang pemberian dan pemutakhiran data wilayah administratif dan pulau.
Keputusan ini, yang ditetapkan pada 25 April 2025, resmi memasukkan keempat pulau tersebut ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara.
Mengabaikan Fakta Sejarah
Raners! Menurut Haji Uma, langkah pemerintah pusat ini mengabaikan fakta sejarah yang jelas.
Ia memaparkan bahwa sejak 17 Juni 1965, keempat pulau tersebut telah berada dalam wilayah Aceh dan dihuni masyarakat Aceh.
Bahkan, pemerintah Aceh pernah menggelontorkan anggaran pada 2012 untuk membangun tugu dan rumah singgah nelayan di pulau tersebut.
“Secara historis dan faktual, pulau-pulau ini jelas milik Aceh. Tak adil kalau tiba-tiba ditetapkan masuk Sumatera Utara begitu saja,” tegasnya.
Haji Uma mengingatkan bahwa polemik ini sudah menjadi keresahan lama di kalangan masyarakat Aceh. Pada 2018, Gubernur Aceh saat itu, Nova Iriansyah, juga telah menyurati Kemendagri berkali-kali, namun hasilnya nihil.
Bahkan, Keputusan Mendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 yang menetapkan keempat pulau masuk Sumut, juga tak kunjung dikoreksi.
“Jangan sampai konflik wilayah ini jadi bara dalam sekam. Pemerintah pusat sebaiknya mendengarkan suara rakyat Aceh sebelum memutuskan sepihak,” kata Haji Uma, menekankan pentingnya sikap bijaksana.
Potensi Besar Memicu Ketegangan Sosial
Haji Uma berharap pemerintah pusat tidak menutup mata terhadap kegelisahan masyarakat Aceh yang merasa hak wilayahnya dirampas.
Ia mendesak agar keputusan Kemendagri segera ditinjau ulang dengan objektivitas dan hati nurani yang adil.
Kisruh tapal batas Aceh-Sumut ini menyimpan potensi besar untuk memicu ketegangan sosial jika tidak segera ditangani secara bijak.
Semoga suara masyarakat Aceh yang diperjuangkan Haji Uma menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus memperjuangkan keadilan dan keutuhan wilayah.
Yuk … ikuti Ranah Publik, Ranah Nyaman untuk Berita dan Informasi, yang senantiasa menyuarakan kebenaran dan harapan positif.
)***AWN33 | Foto: HO-DPD RI