Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta – Raners! Di tengah dunia yang makin terpecah oleh ketegangan geopolitik dan konflik ekonomi global, ASEAN kembali dihadapkan pada pertanyaan penting: masihkah kita relevan sebagai jangkar perdamaian kawasan?
Jawaban tegas datang dari Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, yang berbicara dalam Pertemuan Para Menlu ASEAN (AMM), Minggu (25/5/2025) di Kuala Lumpur, Malaysia. Sugiono tak membungkus pernyataan diplomatis dengan basa-basi, Raners—dia menegaskan bahwa kredibilitas ASEAN ditentukan oleh satu hal: kemampuannya menjaga perdamaian.
“Kredibilitas ASEAN akan bergantung pada kemampuannya menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan,” tegas Menlu Sugiono lewat pernyataan pers resmi.
Fokus pada Substansi, Bukan Seremonial
Dalam pertemuan itu, Sugiono juga mengingatkan pentingnya Treaty of Amity and Cooperation (TAC) sebagai fondasi perdamaian Asia Tenggara. Apalagi tahun depan, TAC akan memasuki usia emas: 50 tahun.
“ASEAN harus mengambil langkah-langkah substantif, bukan hanya prosedural,” ujarnya.
Dengan kata lain, Raners, ASEAN tak bisa terus menari di panggung diplomasi tanpa menyentuh akar masalah. Komitmen damai harus benar-benar dijalankan, bukan hanya dikutip dalam pidato.
ASEAN dan Dunia: Jangan Terseret, Tetap Memimpin
Sugiono juga menyinggung soal relasi ASEAN dengan mitra eksternal. Menurutnya, di tengah banyaknya proposal kerja sama dari luar kawasan, ASEAN harus tetap menjaga sentralitas—yaitu tetap memimpin, bukan dipimpin.
“ASEAN memerlukan kemitraan yang terfokus, dan tetap mengikuti pada koridor ASEAN-led,” jelasnya.
Karenanya, Indonesia mendorong adopsi dokumen ASEAN Decision on Enhancing Relations with External Partners, agar kerja sama tetap berorientasi ASEAN, bukan terkooptasi kepentingan kekuatan besar.
Timor-Leste: Aksesi Harus Didukung, Bukan Diulur
Terkait proses keanggotaan penuh Timor-Leste, Menlu Sugiono menunjukkan sikap terbuka dan mendukung percepatan proses aksesi.
“Timor-Leste telah menunjukkan kemajuan nyata. Proses ini harus bersifat praktis, mendukung, dan mempercepat integrasi, bukan menghambatnya,” katanya.
Langkah nyata pun terlihat. Pertemuan AMM kali ini berhasil mengadopsi dua dokumen penting:
Guidelines to Facilitate Timor-Leste’s Accession to ASEAN Legal Instruments,
dan Addendum to the SEANWFZ Treaty (Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara).
Krisis Myanmar: Harga Diam Terlalu Mahal
Di penghujung pidatonya, Sugiono kembali menyoroti krisis berkepanjangan di Myanmar yang menurutnya tak boleh lagi diabaikan.
“Karena harga dari tidak melakukan apa-apa sangat tinggi. Kita harus bersatu untuk membantu Myanmar dalam menciptakan perdamaian, yang Myanmar-led dan Myanmar-owned,” ujarnya penuh penekanan.
Raners, sikap ini jadi refleksi bahwa diplomasi ASEAN hari ini tidak bisa hanya retorika. Masalah Myanmar bukan sekadar urusan internal, tapi ancaman nyata terhadap stabilitas kawasan.
Raners! Dunia sedang berubah cepat. Kalau ASEAN hanya berdiri di pinggir arena, kita bisa kehilangan kredibilitas sebagai pengayom regional. Lewat suara tegas Menlu Sugiono, Indonesia kembali menegaskan: ASEAN bukan penonton—tapi penjaga peradaban Asia Tenggara.
Terus ikuti dinamika diplomasi kawasan hanya di Ranah Publik, Ranah Nyaman untuk Berita dan Informasi.
DSK | Foto: HO-Kemlu RI