Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta – Raners! Dalam beberapa bulan terakhir, Ombudsman Republik Indonesia menerima lonjakan laporan masyarakat soal dugaan malaadministrasi di sektor krusial: importasi pangan. Dan yang bikin resah, laporan itu bukan sekadar selentingan — tapi berulang dan melibatkan komoditas strategis.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, pun angkat bicara soal ini. Ia menyampaikan bahwa akar masalah bukan hanya pada teknis prosedural, tapi juga pada tata kelola sistemik yang terus-menerus gagal dibenahi.
“Ombudsman melihat tata kelola atau sistemnya, jika sistemnya setiap tahun bermasalah maka tata kelolanya ada yang tidak beres,” tegas Yeka, Kamis (22/5/2025) kemarin.
Komoditas Vital, Tapi Tata Kelolanya Gak Optimal
Raners, laporan yang masuk ke Ombudsman mencakup hortikultura (bawang putih, bawang bombai), daging sapi dan domba, hingga sapi bakalan dan bibit unggas. Artinya, komoditas-komoditas yang bukan hanya menyangkut bisnis, tapi kebutuhan pokok masyarakat langsung.
Yeka memaparkan beberapa masalah klasik yang masih saja terjadi, antara lain:
Penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang sering terlambat
Surat pertimbangan untuk bawang putih yang belum memiliki dasar teknis transparan
Isu pungutan liar yang dilaporkan terjadi di beberapa titik distribusi
Semua ini berkontribusi pada kekacauan pasokan, ketidakpastian harga, dan bahkan ancaman oversupply yang bisa merugikan peternak lokal kalau kuota impor dibuka tanpa kendali.
Rapat Khusus hingga Kolaborasi Lintas Lembaga
Sebagai langkah awal pencegahan, Ombudsman mengajak sejumlah kementerian dan lembaga dalam rapat koordinasi Jumat lalu (16/5/2025). Yang hadir antara lain:
Kementerian Koordinator Bidang Pangan
Kementerian Perdagangan
Kementerian Pertanian
Kejaksaan Agung (Jampidsus)
Satgas Pangan Polri
Tujuannya jelas: menguatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik yang bisa merusak tata kelola importasi pangan nasional.
“Kami membuka diri jika ada pembahasan khusus terkait hal ini. Kami berkolaborasi dan Ombudsman bisa lebih fokus pada pencegahannya,” tambah Yeka.
Catatan Kritis Ranah Publik
Kalau setiap tahun masalahnya sama, Raners, bisa jadi bukan pelaku lapangannya saja yang lalai — tapi ada yang lebih mendasar di balik layar: sistemnya sendiri yang gak transparan dan rawan disalahgunakan.
Raners tentu berhak bertanya: Apakah harga pangan kita sengaja dibuat tak stabil? Siapa yang untung, siapa yang buntung? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini wajib kita kawal bersama.
Raners! Saat kebutuhan pangan bergantung pada tata kelola yang bolong, dampaknya bisa kemana-mana — dari dompet rumah tangga sampai nasib peternak lokal. Ikuti terus investigasi pangan dan isu strategis lainnya hanya di Ranah Publik, Ranah Nyaman untuk Berita dan Informasi.
DSK | Foto: HO-Ombudsman RI