Data Pasar Saham Indonesia

LaNyalla Bicara Ekonomi Kerakyatan: Rakyat Harus Jadi Pemilik, Pengambil Keputusan, dan Penjaga Produksi

Pasal 33 UUD 1945
Ketua DPD RI ke-5 yang juga Anggota MPR RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Foto: Humas DPD RI

Info Terkini dari Ranah Publik, Surabaya – Raners! Kalau kamu pikir ekonomi itu cuma urusan elite dan orang-orang berjas, think again! Ketua DPD RI ke-5 yang juga Anggota MPR RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, punya pesan tegas: Ekonomi kerakyatan itu bukan sekadar teori di buku teks, tapi fondasi bangsa yang harus dijalankan dengan serius. Bukan sekadar penonton, tapi ikut punya, ikut mutusin, dan ikut ngejaga proses ekonomi bangsa ini.

Balik ke Akar Konstitusi: Ekonomi Harus Berbasis Rakyat

LaNyalla mengajak semua pihak untuk kembali memahami maksud para pendiri bangsa saat merancang Pasal 33 UUD 1945, sebuah pasal yang menolak dominasi ekonomi liberal dan mengusung semangat kebersamaan.

“Di sinilah kemudian para pendiri bangsa meletakkan Pasal 33 di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai panduan dalam melaksanakan misi yang tertulis di dalam naskah pembukaan Konstitusi kita,” ujar LaNyalla, saat bicara di hadapan Himpunan Nelayan di Surabaya dalam forum Serap Aspirasi MPR RI, Senin kemarin (21/4/2025).

Menurutnya, Pasal 33 adalah penegasan bahwa sistem ekonomi Indonesia harus menempatkan rakyat sebagai pelaku utama, bukan korban dari kebijakan atau proyek yang dijalankan tanpa pertimbangan sosial.

Ekonomi Jangan Dikuasai Modal Besar, Rakyat Harus Terlibat

LaNyalla menolak tegas pendekatan ekonomi yang hanya berpihak pada pemodal besar. Baginya, asas kekeluargaan adalah kunci agar tidak ada yang tertinggal dalam proses pembangunan.

“Karena itu di dalam Pasal tersebut, tertulis perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan,” ujarnya tegas.

Model ini menantang sistem ekonomi kapitalistik yang berorientasi pada profit dan kekuasaan segelintir elite. Dalam ekonomi kerakyatan, rakyat bukan hanya ‘disasar’ sebagai target pasar, tapi diikutsertakan sejak awal dalam proses produksi.

Tiga Ciri Ekonomi Kerakyatan Menurut Konstitusi

Mau tahu apakah sebuah proyek atau kebijakan sudah benar-benar pro-rakyat? Ini tiga indikator yang jadi patokan LaNyalla:

“Ciri yang pertama, rakyat atau penduduk di wilayah tersebut ikut memiliki atau ikut menjadi bagian sebagai pemilik dalam proses produksi perekonomian itu. Kedua, rakyat atau penduduk di wilayah tersebut ikut terlibat menentukan keputusan-keputusan dalam proses produksi perekonomian itu. Dan yang ketiga, rakyat atau penduduk di wilayah tersebut ikut bertanggung jawab terhadap masa depan dan keberlangsungan proses produksi perekonomian itu. Sehingga rakyat atau penduduk di wilayah tersebut ikut menjaga dan memperlancar proses produksi,” urainya.

Maknanya: keterlibatan rakyat bukan simbolik atau sekadar formalitas. Harus ada keterlibatan riil dari kepemilikan, pengambilan keputusan, hingga tanggung jawab berkelanjutan terhadap sistem ekonomi di sekitarnya.

Soal Pembangunan: Jangan Asal Gusur, Libatkan Rakyat!

LaNyalla menyinggung praktik pembangunan yang selama ini sering menyingkirkan masyarakat hanya karena ‘ganti rugi’ sudah dibayar. Padahal, pembangunan yang memanusiakan rakyat harus menyertakan mereka sebagai pelaku, bukan objek.

“Ketika terjadi pembangunan apapun yang berdampak kepada pemindahan atau pengosongan lokasi yang sebelumnya sudah menjadi bagian dari kehidupan rakyat atau penduduk di wilayah tersebut, harus ditempuh melalui model pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan. Yaitu dengan memastikan rakyat atau penduduk di wilayah tersebut menjadi bagian dari proses produksi perekonomian tersebut. Bukan asal diberi ganti rugi, lalu digusur dan diusir begitu saja,” tegasnya.

Nelayan Surabaya Bersikap: Tolak Reklamasi SWL

Kehadiran LaNyalla jadi momen curhat para nelayan, salah satunya dari Ketua DPC HNSI Surabaya, Heru Sri Rahayu, yang mengeluhkan proyek Surabaya Waterfront Land (SWL). Menurut Heru, proyek itu berdampak buruk pada kehidupan nelayan, lingkungan, dan keberlanjutan pesisir.

“Berbagai upaya telah kami lakukan bersama elemen masyarakat lain untuk menyuarakan keberatan terhadap proyek yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut,” kata Heru.

“Namun hingga saat ini proyek tetap berjalan,” lanjutnya.

Nelayan dari Surabaya, Madura, Pasuruan, Probolinggo, Sidoarjo, dan Gresik ikut terdampak. Heru berharap ada solusi nyata, bukan hanya janji.

Kesimpulan: Rakyat Harus Jadi Subyek, Bukan Korban

Raners, yang ditekankan LaNyalla ini bukan cuma retorika. Ini soal menyelamatkan arah pembangunan bangsa agar tak meninggalkan rakyat di belakang. Di era pembangunan besar-besaran, suara masyarakat akar rumput seperti nelayan harus mendapat tempat yang sejajar.

“Rakyat harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses ekonomi nasional dan menjadi bagian dari proses produksi nasional,” tandas LaNyalla.

Ekonomi kerakyatan bukan sekadar ‘menyejahterakan’ rakyat, tapi menjadikan mereka pemilik sah dari perjalanan ekonomi Indonesia itu sendiri.

BJ | Foto: Humas DPD RI

Rayakan 53 tahun Bluebird dengan promo spesial—perjalanan jadi makin nyaman dan hemat.

Promo 53 Tahun Bluebird
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x