Data Pasar Saham Indonesia

Opini  

Transaksi COD Anak di Marketplace: Kemudahan, Risiko, dan PR Sosial Kita Bersama

edukasi transaksi COD
Ilustrasi - Transaksi COD Anak di Marketplace: Kemudahan, Risiko, dan PR Sosial Kita Bersama

Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta – Raners, siapa sih yang nggak suka belanja online yang tinggal klik, duduk manis, dan barang datang? Apalagi kalau bisa bayar di tempat alias Cash on Delivery (COD). Tapi coba bayangkan kalau yang melakukan transaksi itu anak-anak… tanpa sepengetahuan orang tua?

Pada Minggu (20/4/2025) Ranmin sebagai admin Ranah Publik akan sedikit memberikan Opini terkait keresahan ini. Marketplace memang membuka banyak kemudahan. Tapi di balik pintunya, ada celah yang bisa bikin repot satu keluarga — bahkan bisa berdampak ke reputasi penjual, beban kurir, sampai gangguan psikologis anak itu sendiri.

COD + Anak-anak = Kombinasi yang Perlu Diwaspadai

COD awalnya dimaksudkan sebagai solusi bagi masyarakat yang belum punya akses pembayaran digital. Tapi justru itu yang menarik perhatian anak-anak. Mereka nggak perlu kartu debit, cukup klik dan bayar saat paket datang.

Bayangin, Raners, seorang anak umur 11 tahun iseng beli mainan robot seharga Rp300.000 karena lihat di media sosial. Paket datang, orang tua kaget—nggak tahu, nggak pesan, dan nggak pegang uang saat itu. Kurir jadi bingung, anak kena marah. Ini bukan cuma soal uang, tapi juga konflik yang bisa berdampak ke psikologis anak.

Perumpamaan Kasus: Rugi dan Konflik Sepele yang Jadi Besar

Satu transaksi mungkin “cuma” Rp300 ribu. Tapi kalau kejadian seperti ini dialami 10.000 keluarga sebulan, potensi kerugian bisa tembus Rp3 miliar. Itu belum termasuk dampak ke penjual dan kurir yang mesti bolak-balik nganterin paket yang akhirnya ditolak.

Marketplace mencatat riwayat pemesanan berdasarkan akun pengguna. Kalau akun anak dipakai tanpa pengawasan, bisa muncul penyalahgunaan berulang yang merugikan semua pihak.

Risiko yang Tak Kelihatan Tapi Nyata

📍 Konflik Rumah Tangga: COD yang gagal bayar bisa memicu pertengkaran di rumah. Anak bisa kena marah besar padahal hanya iseng.

📍 Kurir Terjebak Situasi: Banyak kurir akhirnya jadi tameng emosi pelanggan karena membawa paket yang “nggak dikenal”. Ini bukan cuma bikin kerjaan nggak nyaman, tapi bisa memperburuk relasi antara penyedia jasa dan konsumen.

📍 Marketplace Ikut Terdampak: Semakin sering kasus COD gagal bayar, makin banyak seller enggan pakai metode ini. Trust system terganggu. Konsumen lain yang butuh COD juga bisa ikut dirugikan.

Solusi Bukan Sekadar Menegur Anak

Marketplace harus ikut ambil peran dengan:

  1. Fitur Parental Control – Orang tua bisa atur notifikasi atau batas pembelian dari akun anak.

  2. Verifikasi Ganda COD – Sebelum barang dikirim, ada notifikasi konfirmasi ulang, idealnya ke nomor orang tua.

  3. Edukasi Visual dan Naratif – Platform bisa bikin konten kreatif yang menjelaskan risiko belanja impulsif buat anak-anak.

Refleksi Ranah Publik: Teknologi Harusnya Membantu, Bukan Memperkeruh

COD itu alat bantu, bukan sumber masalah. Tapi ketika alat itu dipakai tanpa kontrol dan edukasi, celah-celah sosial bisa membesar jadi gunung es. Yang rugi bukan cuma satu keluarga, tapi sistem belanja online kita secara menyeluruh.

Kesimpulan Raners

Marketplace dengan sistem COD memang memberi solusi instan. Tapi kita semua — pengguna, orang tua, pelaku usaha, dan penyedia platform — perlu lebih bijak dalam mengawal penggunaannya.

Mari dorong literasi digital di rumah masing-masing, pastikan setiap klik disertai tanggung jawab, dan bimbing anak-anak agar tetap aman di era belanja digital ini.

RED | Foto: Ilustrasi

Rayakan 53 tahun Bluebird dengan promo spesial—perjalanan jadi makin nyaman dan hemat.

Promo 53 Tahun Bluebird
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x