Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta – Hai Raners! Kali ini kita bahas soal pendidikan di Papua yang jadi perhatian serius. Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, SH, MHum, baru saja memaparkan kajian soal besaran dan distribusi anggaran Program Indonesia Pintar (PIP) dan dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk sektor pendidikan. Yuk, simak penjelasannya lebih lanjut!
Penyaluran Dana PIP: Fokus pada Akurasi dan Efisiensi
Dalam keterangannya, Filep menjelaskan bahwa penyaluran dana PIP dilakukan dalam tiga termin sepanjang tahun 2024. Ia memaparkan data spesifik untuk Papua Barat yang menunjukkan total dana sebesar Rp6.529.725.000 untuk 15.327 siswa SD. Namun, ada catatan penting: sebagian siswa belum memiliki rekening aktif sehingga penyaluran dananya tertunda.
“Soal PIP ini, kita perlu cermati bersama, informasi ini agar juga diketahui oleh masyarakat,” ujar Filep. Misalnya, untuk SMP terdapat dana Rp4.873.125.000 yang disalurkan, tapi lagi-lagi ada kendala pada siswa yang belum mengaktifkan rekening. Hal serupa juga terjadi pada SMA dan SMK, di mana total dana mencapai puluhan miliar rupiah, tetapi distribusinya bergantung pada aktivasi rekening penerima.
Gimana menurut kalian, Raners? Efisiensi dana seperti ini penting banget kan, biar nggak ada yang terlewat!
Dana Otsus untuk Pendidikan: Alokasi Harus Jelas dan Terukur
Filep juga mengulas soal penggunaan dana Otsus untuk pendidikan yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2021. Ia menyebutkan bahwa minimal 30% dari anggaran Otsus dan 35% dari Dana Bagi Hasil Migas (DBH) dialokasikan untuk pendidikan. Hal ini penting untuk meningkatkan mutu pendidikan di Papua.
“DBH Migas dialokasikan langsung dari kas negara ke kas daerah sesuai regulasi. Kalau Pemprov Papua tidak mengusulkan, pembagian akan dilakukan langsung oleh pemerintah pusat,” ungkap Filep.
Sebagai contoh, untuk tahun 2023, DBH Migas untuk pendidikan di Papua Barat mencapai Rp1,582 triliun, dengan alokasi terbesar untuk Teluk Bintuni sebesar Rp248,45 miliar.
Tantangan dan Solusi
Filep menegaskan bahwa pentingnya pemantauan dan transparansi dalam distribusi anggaran ini. “Dengan paparan regulasi, data penerima PIP, dan alokasi DBH Migas, ini dapat menjadi gambaran sekaligus informasi untuk kita cermati bersama,” jelasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Papua tidak hanya membutuhkan dana besar tetapi juga sistem distribusi yang efisien. Menurut kalian, Raners, apa langkah terbaik agar dana seperti ini bisa benar-benar maksimal untuk pendidikan?
DSK | Foto: Ranah Publik/Humas DPD RI