Info Terkini dari Ranah Publik, Jakarta: Halo Raners! Ada kabar terbaru dari dunia politik nih. Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengungkapkan bahwa rapat pimpinan (Rapim) MPR RI memutuskan untuk menggelar rapat gabungan pimpinan MPR RI dengan pimpinan fraksi DPR dan kelompok DPD pada tanggal 30 Mei 2024. Selain itu, Rapim MPR juga memutuskan untuk menyelenggarakan sidang paripurna MPR akhir masa jabatan yang akan diikuti seluruh anggota MPR dari unsur DPR dan DPD pada tanggal 27 September 2024.
Jadi gini Raners! Bamsoet baru saja memimpin Rapim MPR bersama Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR di Gedung Parlemen Jakarta, Kamis (16/5/24). Dalam rapat tersebut, diputuskan bahwa rapat gabungan pimpinan MPR akan membahas sejumlah hasil dari Badan Pengkajian MPR dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR. Hasil ini nantinya akan dibawa ke sidang paripurna MPR akhir masa jabatan.
“Rapat gabungan pimpinan MPR akan membahas sejumlah hasil dari Badan Pengkajian MPR dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR untuk hasilnya dibawa ke sidang paripurna MPR akhir masa jabatan. Beberapa hal yang akan dibahas antara lain perubahan tata tertib (Tatib) MPR RI, bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), perubahan UUD NRI 1945, pembuatan UU MPR, tata cara pelantikan presiden dan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden serta jenis putusan MPR setelah perubahan UUD NRI 1945,” ujar Bamsoet.
Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, Raners. Hadir antara lain Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Amir Uskara, Syarifuddin Hasan, dan Lestari Moerdijat. Juga hadir Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat, Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR Agun Gunandjar Sudarsa dan Ajbar, serta Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan Daryatmo Mardiyanto beserta Wakil Ketua Rambe Kamarul Zaman, Martin Hutabarat, Dossy Iskandar Prasetyo, Masrifah, dan Djamal Aziz.
Nah, pada kesempatan ini, Bamsoet menjelaskan bahwa materi perubahan Tatib MPR yang diusulkan terdiri dari 15 bab dan 174 pasal. Perubahan tersebut bersifat substantif dan redaksional, untuk menyesuaikan dengan dinamika ketatanegaraan dan menyempurnakan redaksi sesuai kaedah bahasa Indonesia dan bahasa hukum. “Rumusan pasal yang diubah keseluruhan berjumlah 88 pasal,” katanya.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini juga menegaskan bahwa perubahan Tatib MPR sebaiknya dituangkan dalam bentuk Peraturan MPR yang bersifat pengaturan (regelling), bukan hanya dalam Keputusan Pimpinan MPR yang bersifat penetapan (beschikking).
“Perubahan pertama yang perlu dilakukan adalah atas pasal tentang tata cara perubahan Tatib dan pasal tentang tata cara pembentukan Panitia Ad Hoc. Ini penting untuk membedakan antara pembentukan Panitia Ad Hoc untuk mengkaji usul perubahan UUD dengan pembentukan Panitia Ad Hoc untuk mengkaji selain perubahan UUD, semisal perubahan atau pembuatan Tatib baru,” jelas Bamsoet.
Tidak hanya itu, Raners, Rapat Gabungan MPR juga akan membahas lebih lanjut tentang perlu tidaknya pembentukan Mahkamah Kehormatan MPR RI. Badan Pengkajian MPR berpendapat bahwa MPR tidak perlu lagi membentuk Mahkamah Kehormatan, karena DPR dan DPD masing-masing sudah memiliki Dewan atau Badan kehormatan tersendiri.
“Rapat gabungan juga akan membahas rancangan UU MPR yang terpisah dari UU MD3 serta PPHN. MPR periode sekarang akan menghasilkan rekomendasi terkait PPHN dan UU MPR, disertai draft materi rancangan PPHN dan UU MPR untuk dilaksanakan pada MPR berikutnya,” pungkas Bamsoet.
Gimana, Raners? Kira-kira bagaimana kelanjutan dari hasil rapat ini? Yuk, terus pantengin informasi terbaru dari Ranah Publik, biar gak ketinggalan berita-berita seru lainnya!
DSK | Foto: Doc. MPR RI